PEMBAGIAN DAN SYARAT MENJADI SEORANG AMIL ZAKAT
Sumber Kajian : Lembaga Dakwah
Editor Lembaga Takmir Masjid NU Gempol
Sekretariat : Komplek Gempol 9 Raya SBY - MLG No. 48 Mojorejo Ngerong Gempol.
===================================
Menanggapi dinamika problematika masyarakat di pada era masa terkini sesuai tantangan zaman dengan berbagai macam perkembangannya, maka izinkanlah kami menjawab semua itu semoga ini menjadi tambahan wawasan ke Ilmuan yang mungkin hanya sebagian bisa terjawab sebagai solusi dinamika problematika tersebut. Namun kami juga berharap kritikan dan sanggahan apabila terdapat kekeliruan dalam redkasi ini, sebagai upaya bimbingan khazanah kelimuan, karenakan Al fakir masih jauh dari kesempurnaan sehingga masih banyak terdapat banyak kesalahan.
Dalam menjalankan (tugas) Amil Zakat maka sudah di tentukan oleh sebuah hukum yang mana Amil ( Petugas ) pengelola zakat harus mempunyai beberapa kriteria dan persyaratan khusus yang harus di penuhi. Karena Amil ( Petugas ) adalah Seseorang pengelola yang sudah memiliki kewenangan baik dalam konteks hukum Syar'i maupun pemerintah. Yang mana sudah tertuang dalam hasil Munas Nahdlatul Ulama th. 2017 di Nusa Tenggara Barat, Yaitu :
" Amil adalah Pengelola Zakat yang sudah mendapat izin secara legalitas Nasional yang sudah diangkat oleh imam (pemerintah) untuk memungut, mengumpulkan dan menyebarkan zakat kepada pihak-pihak yang berhak menerimanya yaitu delapan ashnaf (golongan). Atau bisa di artikan sebagai Tangan kanan dari Imam ( Pemerintah ) dalam melaksanakan tugas yg berkaitan dengan Zakat.
" Panitia adalah hasil Munas NU tahun 2017 menegaskan bahwa panitia zakat yang dibentuk secara swakarsa oleh masyarakat, tidak termasuk amil yang berhak menerima bagian zakat.
Maka, sesuai dengan ketetapan perundangundangan yang berlaku di mana minimal dicatatkan ke KUA untuk amil perseorangan atau amil kumpulan perseorangan.
* Hal ini dilandaskan pada Kitab Hasyiyah at-Tarmasi (Muhammad Mahfudl Termas, Hasyiyah at-Tarmasi, Jeddah-Dar al-Minhaj, cet ke-1, 1423 H/2011 M, juz, V, h. 404).
* kewenangan itu bisa diberikan kepada para pejabat pembantunya, yang ditunjuk untuk mengangkat amil yang menurut PP No 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, adalah gubernur, bupati, atau walikota. Mereka pun boleh mengangkat pegawai (‘ummal) untuk membantu tugas mereka dalam mengelola zakat.
BAZNAS DAN LEMBAGA AMIL ZAKAT / LAZIZNU
*Di Indonesia BAZNAS sudah tertuang dalam UU No. 23 Th. 2011 tentang Pengelola Zakat. dan merupakan Lembaga Nonstruktural / Bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Kepala Negara melalui Kementrian Agama.
* Sedangkan dalam UU No. 17 di sebutkan bahwa Lembaga Amil Zakat ( LAZ/ LAZISNU) adalah sebagai Pembantu dari BAZNAS yang bersifat dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat tsb.
.Adapun hasil Munas tsb juga sebagiai Amil Zakat ada dua katagori sebagai berikut :
1. AMIL TAFWILD
Yaitu Amil yg di berikan kewenangan menyeluruh terkait harta zakat, dan ada sembilan dasar yg harus dimiliki oleh Amil Tafwild ini yaitu sbb :
a. Orang yg sudah di medekakan ( Bukan Budak )
b. Laki Laki
d. Mukallaf
e. Adil dalam seluruh kesaksian
f. Beragama Islam
g. Memiliki Pendengaran dan penglihatan yang baik.
h. Mempunyai pemahaman tentang Fiqh secara luas.trutama tentang zakat.
i. Bukan dari keturunan Bani Hasyim ).
2. AMIL TANFIDZ
Yaitu Hampir sama dengan Amil Tafwild namun Terdapat kelonggaran dari pada Amil Tanfidz ini, yang mana Amil Tanfidz
a. Tidak Harus Laki Laki
b. Tidak harus mampu dan menguasai Ilmu Fiqh secara detail dan mendalam.
c. Harus Merdeka dan Beragama Islam, adanya kelonggaran ini di karenakan adanya Keperantaraan yaitu sebagai ( Sifarah / Risalah ) bukan pada kewenangan kekuasaan wilayah.
*hasil Munas NU tahun 2017 menegaskan bahwa panitia zakat yang dibentuk secara swakarsa oleh masyarakat, tidak termasuk amil yang berhak menerima bagian zakat. Hal ini karena mereka tidak diangkat oleh pihak yang berwenang yang menjadi kepanjangan tangan kepala negara dalam urusan zakat.
* Memang disebutkan bahwa ada 8 golongan yang berhak mendapatkan zakat. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ (التوبة: 60
“Sesungguhnya, zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah” (Qs. At-Taubah:60).
Akan tetapi dijelaskan dalam hadits bahwa zakat fitri adalah sebagai makanan bagi orang miskin. Sehingga inilah pendapat terkuat. dikuatkan dalam hadits berikut,
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنْ الصَّدَقَاتِ
“Dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mewajibkan zakat fithri untuk menyucikan (jiwa) orang yang berpuasa dari perkara sia-sia dan perkataan keji, dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Barangsiapa menunaikannya sebelum shalat (‘Ied), maka itu adalah zakat yang diterima . Dan barangsiapa menunaikannya setelah shalat (‘Ied), maka itu adalah satu shadaqah diantara shadaqah-shadaqah”. (HR Abu Dawud, Dihasankan oleh Syaikh al-Albani di dalam Irwa’ Al-Ghalil III/333.
* Berdasarkan pengertian tersebut, maka panitia zakat fitri sebagaimana praktek di lapangan saat ini, bukanlah termasuk amil zakat yang berhak menerima bagian. Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi menjelaskan hal ini dengan membawakan hadits Ibnu Umar, “Adalah Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma memberikannya [zakat fitri] kepada orang yang mengumpulkan zakat, mereka adalah petugas yang dibentuk oleh pemerintah” (HR . Ibnu Khuzaimah IV/83) (lihat kitab Sifatu Shaumin Nabi).
* Jadi Panitia bentukan sendiri tidak di perbolehkan menerima bagian Zakat.
Panitia amil zakat fitri tidak berhak menerima bagian dari zakat fitri karena:
1. Pendapat terkuat, amil zakat (yang resmi ditunjuk pemerintah) tidak berhak menerima zakat fitri.
2. Andaikan mengambil pendapat zakat fitri boleh diberikan kepada 8 golongan, maka panitia zakat fitri tetap tidak berhak menerima karena mereka bukanlah amil zakat yang resmi sebagaimana penjelasan kriteria amil zakat.
Wallahu a’lam
Posting Komentar