Oleh Ayik Heriansyah
Akhirnya nahdliyin merasa perlu menambah kata an-nahdliyah setelah kata aswaja. Nyebut aswaja saja dirasa belum cukup untuk menunjukkan identitas NU. Sampai awal tahun 2000-an, aswaja masih identik dengan NU. Memang ada FPI yang juga aswaja, tapi nama FPI lebih menonjol.
Belakangan ini kelompok Salafi-Wahabi juga mengaku aswaja. Apa karena kata Salafi kurang membumi sehingga ada jarak psikologis dengan masyarakat muslim khususnya di basis-basis NU.
Masyarakat sejak dulu kala memahami aswaja sebagai golongan yang menganut paham asy’ariyah-maturidiyah dalam teologi, fiqih empat madzhab, dan menerima tasawuf serta mengamalkan tarekat.
Tidak terbayang dalam benak masyarakat kalo ada kelompok yang mengaku aswaja tapi menganut teologi wahabiyah, anti tasawuf dan tarekat. Meskipun demikian kelompok wahabi menjustifikasi keaswajaan mereka dengan alasan generasi aswaja yang pertama adalah generasi salaf (sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in). Masalahnya, pendiri kelompok wahabi Muhammad bin Abdul Wahab yang lahir abad 18 beserta para penerusnya bukan termasuk generasi salaf. Mereka semua khalaf.
Di aspek ini, wahabi tidak amanah dan tidak jujur dengan keaswajaannya. Sedangkan pada aspek atribut dan penampilan mereka tetap berdandan ala wahabi. Mengenakan gamis, baju koko polos, celana cingkrang, kopiah putih, dan berjenggot tipis/lebat. Mereka tidak mau tasyabbuh dengan kiai-kiai NU yang sarungan, pakai koko bermotif, kadang pakai batik, mengenakan kopiah hitam atau blangkon.
Lain halnya dengan HTI. HTI punya lajnah khos ulama (LKU). LKU dibentuk menjelang Konferensi Khilafah Internasional 2007 yang tujuannya untuk merekrut ulama dan kiai-kiai pesantren. HTI aktif mengadakan multaqa-multaqa ulama. Aktivis HTI beratribut, berdandan dan berpenampilan persis kiai-kiai NU. Tapi mereka belum menggunakan istilah aswaja.
Baru setelah dibubarkan pemerintah, HTI menambah kata aswaja pada nama kegiatan multaqa ulama. Sekarang menjadi multaqa ulama aswaja agar kelihatan lebih mesantren, lebih nyantri dan lebih nge-NU.
Aswaja dan HTI sama sekali tidak nyambung. HTI partai politik yang tujuan akhirnya merebut kekuasaan atas nama penegakan syariah dan khilafah dengan cara-cara yang mengarah kepada kekerasan atas nama thalabun nushrah. Sedangkan aswaja berpendapat, haram hukumnya merebut kekuasaan dari pemerintah yang sah (bughat) apalagi dengan kekerasan. Aswaja mewajibkan amar ma’ruf nahi munkar, memberi nasehat dan koreksi apabila pemerintah menyimpang supaya pemerintah kembali ke jalan yang benar.
Kelompok terakhir adalah PKS. PKS juga ingin identik dengan aswaja. PKS mengadakan tahlilan atas wafatnya Ust. Hilmi Aminudidin (muassis PKS). PKS setiap tahun menyelenggarakan lomba baca kitab kuning yang diikuti oleh santri-santri pondok pesantren. Ini upaya-upaya PKS mendekati nahdliyin.
Memang tidak ada UU yang melarang kelompok-kelompok islam yang ingin merebut identitas aswaja dari NU. Aswaja masih identik dengan NU. Apakah identitas aswaja akan pindah ke kelompok lain? Tergantung seberapa konsisten nahdliyin memegang identitas aswaja-nya
Posting Komentar